Ternyata ini, Purbaya Ungkap Kenapa Koruptor Susah dibasmi?
Soloupdate.com – Fakta mengejutkan kembali terungkap dalam perbincangan antara Jaksa Agung ST Burhanuddin, Kepala LPS Purbaya Yudhi Sadewa, dan sejumlah tokoh hukum lainnya. Dalam dialog yang disiarkan CNN Indonesia, tersingkap sebuah kenyataan pahit: bahwa selama ini ada masa di mana oknum pegawai pajak dan bea cukai yang terlibat pelanggaran hukum tidak ditindak secara tegas.
Pernyataan ini memantik diskusi serius di tengah publik tentang mengapa koruptor di Indonesia begitu sulit diberantas, sekaligus membuka tabir lama mengenai praktik perlindungan terhadap pelaku korupsi di lembaga strategis negara.
“Dulu Tidak Diusut, Karena Bisa Ganggu Pendapatan Negara”
Dalam wawancara singkat dengan CNN Indonesia saat Jaksa Agung bertanya ke Purbaya terkait tindakan masalah hukum yang terjadi ketika ada seorang oknum pegawai yang telah melanggar dan mengalami masalah hukum, ya tentu harus dihukum saja sesuai ketentuan di mata hukum, karena semuanya sama.
Dalam perbincangan singkat tersebut, Jaksa Agung memberikan statment bahwa di masa lalu, kasus oknum pegawai pajak dan bea cukai yang terlibat masalah hukum untuk tidak diusut.
Burhanuddin mengatakan bahwa kebijakan tak tertulis semacam ini justru menjadi akar dari suburnya praktik korupsi di instansi strategis.
“Kalau ada pegawai bermasalah, ya harus ditindak sesuai hukum. Semua sama di mata hukum,” tegas Purbaya Yudhi Sadewa, dalam perbincangan tersebut.
Pernyataan tegas itu menjadi sinyal perubahan arah penegakan hukum: tak boleh ada lagi alasan ekonomi untuk melindungi pelaku pelanggaran hukum.
Perlindungan Oknum Jadi Bibit Dosa Kolektif
Menurut pengamat hukum dan kebijakan publik, fenomena “perlindungan oknum” adalah awal dari pembusukan sistemik dalam birokrasi.
Ketika pejabat yang bersalah tidak ditindak, maka muncul mentalitas baru — bahwa melanggar hukum tidak berisiko asalkan punya posisi strategis atau perlindungan dari atasan.
Kondisi semacam ini menciptakan budaya impunitas, yaitu keyakinan bahwa seseorang bisa lolos dari hukum karena jabatan, koneksi, atau kepentingan politik di belakangnya.
Padahal, dalam sistem hukum modern, impunitas adalah musuh utama keadilan dan integritas negara.
Ternyata ada treatment kalau ada oknum yang mendapat masalah hukum agar tidak ditindak karena dapat menganggu stabilitas pendapatan nasional dan itulah yang membuat para koruptor susah dibasmi, dan menjadi salah satu awal mula menciptakan orang untuk berbuat dosa karena sudah mendapat perlindungan sebelumnya.
Inilah sebabnya, pernyataan Jaksa Agung tersebut menjadi refleksi keras terhadap perjalanan panjang penegakan hukum Indonesia yang selama ini sering “tumpul ke atas, tajam ke bawah.”
Harapan Baru dari Kejaksaan: Tegas, Bersih, dan Berani
Langkah ST Burhanuddin dalam membuka fakta ini patut diapresiasi. Ia tidak sekadar menegur atau memberi peringatan, melainkan mengakui adanya warisan kebijakan keliru yang pernah dibiarkan berlangsung.
Kini, Kejaksaan di bawah kepemimpinannya bertekad menegakkan hukum tanpa pandang bulu, terutama dalam menangani pelanggaran di sektor keuangan negara seperti pajak dan bea cukai.
Kebijakan baru yang menekankan transparansi dan kesetaraan hukum diharapkan bisa memutus rantai kebiasaan lama — di mana pelaku korupsi justru dilindungi atas nama kepentingan ekonomi nasional.
Dengan pendekatan hukum yang tegas, publik berharap tidak ada lagi istilah “oknum” yang luput dari jerat hukum.
Tantangan Ke Depan: Reformasi Birokrasi dan Budaya Hukum
Meskipun reformasi hukum sudah berjalan, pekerjaan besar masih menanti. Tantangan terbesar bukan hanya pada penegakan hukum, tetapi juga perubahan budaya birokrasi.
Masih banyak pegawai yang melihat jabatan sebagai alat memperkaya diri, bukan sebagai amanah publik.
Selama sistem pengawasan belum kuat dan hukuman tidak menimbulkan efek jera, praktik kecurangan akan tetap menemukan celah.
Diperlukan komitmen lintas lembaga — mulai dari Kementerian Keuangan, Kejaksaan, hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) — untuk memastikan tidak ada lagi ruang bagi perlindungan oknum di balik alasan “stabilitas ekonomi.”
Penutup: Menegakkan Keadilan, Menghapus Perlindungan
Pernyataan Jaksa Agung tentang masa lalu yang kelam ini membuka mata publik bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya soal hukum, tetapi soal keberanian melawan sistem yang salah.
Selama ada perlindungan terhadap pelaku, korupsi akan tetap hidup dan berkembang dalam bentuk baru.
Kini, masyarakat menunggu bukti nyata: bahwa hukum benar-benar berdiri tegak, bukan hanya untuk rakyat kecil, tapi juga untuk mereka yang berada di puncak jabatan.
Karena sejatinya, negara kuat bukan yang banyak aturannya, tetapi yang berani menegakkan keadilan tanpa pandang bulu.
Iam a master of education from one of the state universities in Yogyakarta, has a writers and travelling hobby in wordpress or blogger platform, I Have stayed at Raja Ampat and Yogyakarta City
 
             
                 
                 
                 
                 
                