Merger Bank BUMN Syariah

Dana Rp 285,6 Triliun “Nganggur” di Deposito: Dugaan Bisnis Korup Uang APBN yang Bikin Rakyat Gigit Jari

Ketika Uang Rakyat Tak Bekerja untuk Rakyat

Isu mengejutkan kembali mencuat di ruang publik. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti praktik penempatan dana pemerintah sebesar Rp 285,6 triliun di deposito bank komersial.
Dugaan sementara, dana yang seharusnya digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat, justru “diparkir” untuk mendapat bunga deposito — bahkan disinyalir menjadi lahan permainan oknum pejabat.

Masalah ini bukan sekadar isu teknis fiskal, tapi menyentuh akar korupsi struktural dalam tata kelola keuangan negara.

Uang Rakyat yang Mengendap di Bank

Dana triliunan rupiah tersebut bersumber dari APBN, artinya hasil dari pajak dan kontribusi rakyat. Alih-alih mempercepat proyek, dana tersebut malah disimpan di deposito bank komersial.

Dugaan yang beredar, praktik ini bisa menjadi modus baru korupsi berbasis bunga deposito.

Dengan bunga rata-rata 4,5% per tahun, uang Rp 285,6 triliun menghasilkan sekitar Rp 12,85 triliun per tahun — keuntungan pasif yang entah digunakan untuk apa, dan oleh siapa.

Potensi Korupsi: “Permainan Bunga” yang Menguntungkan Segelintir Pihak

Menurut pengamat fiskal, menempatkan dana negara dalam deposito komersial membuka peluang besar untuk “bisnis bunga” oleh pejabat di kementerian dan lembaga negara.

Praktiknya sederhana tapi licik:

  1. Tunda realisasi anggaran pembangunan.

  2. Simpan uang negara di deposito bank agar menghasilkan bunga.

  3. Nikmati bunga secara tidak transparan, baik melalui perantara lembaga atau individu.

Hasilnya: uang rakyat tidak bekerja untuk rakyat, melainkan menguntungkan oknum.

Alternatif Bijak: Gunakan untuk Buyback Obligasi

Jika dana Rp 285,6 triliun itu digunakan untuk buyback surat utang negara (obligasi/SUN), maka pemerintah bisa menghemat Rp 18,27 triliun per tahun dari pembayaran bunga utang.

Bandingkan:

  • Bunga deposito: 4,5% → Rp 12,85 triliun keuntungan

  • Yield obligasi: 6,4% → Rp 18,27 triliun penghematan

Artinya, negara lebih untung jika uang itu dipakai menurunkan beban utang, bukan “main bunga”.

Beban APBN 2026: 30% Hanya untuk Bayar Utang

Di tahun 2026, APBN menanggung pembayaran bunga dan pokok utang mencapai Rp 800 triliun, atau sekitar 30% dari total belanja negara.
Bandingkan dengan:

  • Belanja sosial: Rp 504,7 triliun

  • Subsidi: Rp 318,9 triliun

  • Ketahanan pangan: Rp 164,4 triliun

  • Infrastruktur (PUPR): Rp 118,5 triliun

  • Pendidikan (riil): hanya tersisa 14% dari total belanja

Artinya, APBN lebih banyak untuk bayar bunga utang ketimbang menyejahterakan rakyat.

Kritik untuk Pemerintah: Reformasi Fiskal Harus Nyata

Langkah Purbaya menelusuri dana parkir ini patut diapresiasi. Namun transparansi publik dan audit menyeluruh sangat dibutuhkan.
Pemerintah perlu memastikan bahwa:

  • Dana menganggur dikembalikan untuk belanja produktif

  • Tidak ada intervensi atau permainan politik fiskal

  • Mekanisme pengawasan diperkuat lewat BPK dan KPK

 Kesimpulan: Saatnya “Membersihkan” APBN dari Bisnis Bunga

Fenomena dana parkir Rp 285,6 triliun di deposito adalah alarm bahaya korupsi gaya baru — halus tapi berdampak besar.
Jika dibiarkan, ini bukan hanya merugikan negara, tapi juga menghancurkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Uang rakyat harus bekerja untuk rakyat, bukan untuk bunga deposito para pejabat.

FAQ: Isu Dana APBN di Deposito dan Dugaan Korupsi

1. Apa sebenarnya yang dimaksud “dana parkir” di deposito?
Dana parkir berarti uang negara yang belum digunakan (idle fund) dan disimpan sementara di bank komersial untuk mendapat bunga.

2. Mengapa ini menjadi masalah serius?
Karena uang tersebut seharusnya dipakai untuk proyek publik, bukan untuk mencari keuntungan bunga — apalagi jika keuntungannya tidak transparan.

3. Apakah penempatan dana di deposito melanggar hukum?
Tidak selalu. Namun jika dilakukan untuk memperkaya pihak tertentu atau memperlambat belanja negara, maka masuk ranah penyalahgunaan wewenang.

4. Bagaimana cara terbaik mengelola dana menganggur ini?
Idealnya digunakan untuk buyback obligasi, investasi produktif, atau percepatan proyek rakyat.

5. Apa dampak jangka panjang jika praktik ini dibiarkan?
Defisit fiskal makin lebar, utang bertambah, kepercayaan publik turun, dan belanja sosial tertekan.

Referensi:

  1. Purbaya Yudhi Sadewa, pernyataan di forum publik terkait dana parkir APBN.

  2. Data perhitungan: APBN 2026, Kemenkeu RI.

  3. Analisis fiskal independen oleh Faisal Lohy (2025).

  4. Laporan A World of Debt — Bank Dunia, 2024.

  5. Perbandingan yield SUN dan bunga deposito perbankan komersial (BI, 2025).

topik nugroho

Iam a master of education from one of the state universities in Yogyakarta, has a writers and travelling hobby in wordpress or blogger platform, I Have stayed at Raja Ampat and Yogyakarta City

Leave a Comment